Sabtu, 23 Mei 2009

Robot Pemadam Api


Terinspirasi dan kagum dengan Jepang sudah lama dirasakan Robert Samuel Simon. Sebab, Jepang adalah negara yang memiliki kualitas sumber daya manusia yang luar biasa. “Bukan hanya itu, perkembangan tekhnologi di sana juga sangat luar biasa. Banyak robot cerdas yang telah mereka buat, ” ujarnya.
Karena itu, Robert berusaha membuat robot. Sebagai pengalaman pertama, Robert memutuskan untuk membuat robot pemadam kebakaran. Robot ini bisa melaksanakan tugasnya dengan bantuan beberapa sensor. Ada tiga jenis sensor utama yang digunakan. Sensor infrared detector, sensor Uv-tron, dan sensor photo dioda.
Masing-masing sensor mempunyai peran berbeda-beda. Ketika robot disambungkan dengan sumber tegangan yang berasal dari dua baterai 9 volt, motor DC pada robot akan menjalankan roda.
Ketika robot mulai berjalan, sensor infrared detector akan menjalankan tugasnya. Sensor tersebut berfungsi untuk membaca kondisi area. Sensor itu dapat menolong robot untuk memilih jalan yang benar supaya tidak tertabrak dengan dinding atau benda yang menghalangi di depannya.
Pada sisi lain, sensor Uv-tron juga aktif mendeteksi suhu panas atau adanya api pada area. Setelah robot mampu menemukan lokasi yang mengandung api, robot akan mencoba untuk mendekati.
Agar jarak untuk memadamkan api tidak terlalu dekat dan dapat membahayakan atau robot dapat ikut terbakar, digunakanlah sensor garis atau photo diode dan led superbright. Sensor itu berfungsi membaca garis putih (biasanya pada arena lomba, sekitar 5 meter dari api).
Ketika sudah berada di posisi tepat, sekali lagi sensor UV-tron akan aktif dan mulai mendeteksi api. Setelah terdeteksi dan tepat pada posisi api, sensor memerintahkan sistem untuk mengevakuasi. Untuk memadamkan api, Robert menggunakan kipas (seperti kincir) yang dijalankan motor DC.
Banyak sekali kegunaan yang bisa dikembangkan robot buatan pelajar Ubhara tersebut. Salah satunya dapat membantu memadamkan api di dalam ruangan. “Bisa juga dikembangkan untuk aplikasi kehidupan sehari-hari. Misalnya, sebagai robot penyiram tanaman, pengantar makanan, dan lainnya,” cetus cowok 22 tahun itu.
Untuk menggarap robot buatannya tersebut, Robert meluangkan waktu sekitar 4 bulan. Total biaya yang dibutuhkan sekitar Rp 9 juta. Menurut dia, biaya banyak disebabkan penggunaan sensor.
Misalnya, sensor infrared detector dan sensor UV-tron pada robot. Harga sensor tersebut lumayan mahal. Tapi, kita dapat mengganti sensor tersebut dengan sensor infrared milik remote televisi atau sensor photo diode berturut-turut.
“Fungsinya sama, tapi kualitasnya sedikit berbeda. Rawan mengalami gangguan atau sulit mendeteksi di medan berat. Harganya lebih murah sekitar 25 persen,” ungkapnya. Tapi, jika kita ingin memiliki robot dengan kualitas yang baik, kita bisa menggunakan sensor ultrasonic.
Source: jawapos.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar